Tanya:
Bagaimana aspek perpajakan untuk transaksi di mana PT.B membeli barang dari PT.A, kemudian PT.A membeli barangnya dari vendor Z, Ltd. Barang tersebut dipergunakan di X, Ltd (ada kerja sama dengan PT.B). Agar efisien ongkos kirim, barang dari Z, Ltd langsung dikirim ke X, Ltd. Secara fisik barang tidak masuk ke Indonesia.
Jawab:
Dalam skenario ini, aspek perpajakan utamanya terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
Aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Transaksi penyerahan barang antara PT.A (di Indonesia) kepada PT.B (di Indonesia) yang secara fisik dikirim dari vendor Z, Ltd (luar negeri) langsung ke X, Ltd (luar negeri) bukan merupakan objek PPN.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPN (terakhir diubah dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan/HPP), PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean. Karena penyerahan BKP ini (dari PT.A ke PT.B) terjadi di mana barangnya tidak pernah masuk ke wilayah pabean Indonesia, maka transaksi tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang terutang PPN.
Bukan Ekspor: Transaksi ini juga tidak dianggap sebagai ekspor BKP karena tidak ada Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan barang tidak keluar dari Daerah Pabean Indonesia. Ekspor BKP adalah penyerahan BKP berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.
Pelaporan SPT PPN: Meskipun tidak terutang PPN, atas penyerahan ini tetap perlu dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN di bagian penyerahan tidak terutang PPN. Ini penting untuk menjaga rekonsiliasi antara Pajak Keluaran dengan penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan Badan.
Aspek Pajak Penghasilan (PPh)
Penghasilan yang diterima oleh PT.A dari transaksi penjualan barang ini merupakan objek PPh. Penghasilan ini akan diperhitungkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan PT.A. PT.A akan membukukan pendapatan dari penjualan tersebut dan menguranginya dengan Harga Pokok Penjualan (HPP) serta biaya-biaya terkait lainnya untuk menentukan laba atau rugi fiskal.
Dokumen Pendukung
Meskipun tidak ada PPN terutang atau PEB, PT.A perlu menyiapkan dan menyimpan dokumen-dokumen yang dapat membuktikan keabsahan transaksi tersebut. Sesuai Pasal 28 ayat (11) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) (terakhir diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023), buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia.
Contoh dokumen yang relevan untuk transaksi semacam ini, yang dapat digunakan sebagai bukti pendukung saat pemeriksaan atau ekualisasi:
Kontrak atau Perjanjian Jual Beli: Antara PT.A dengan PT.B, serta antara PT.A dengan Vendor Z, Ltd.
Faktur Pembelian: Dari Vendor Z, Ltd ke PT.A.
Faktur Penjualan: Dari PT.A ke PT.B.
Dokumen Pengiriman/Logistik: Seperti Bill of Lading (B/L) atau Air Waybill (AWB) yang menunjukkan pengiriman barang dari Z, Ltd langsung ke X, Ltd.
Bukti Pembayaran: Dari PT.B ke PT.A, dan dari PT.A ke Z, Ltd.
Korespondensi: Email atau komunikasi lain yang terkait dengan pesanan dan pengiriman barang.
Dokumen-dokumen ini menjadi krusial untuk membuktikan bahwa penyerahan BKP tersebut memang terjadi di luar Daerah Pabean Indonesia dan oleh karenanya tidak terutang PPN.