1. Alternatif dari Upaya Keberatan Pajak
- Wajib Pajak yang melewatkan batas waktu keberatan (3 bulan setelah SKP diterbitkan) bisa menempuh jalur Pasal 36 Ayat (1) huruf b UU KUP.
- Jika sudah mengajukan keberatan dan menerima Surat Keputusan Keberatan, jalur ini tidak bisa digunakan lagi.
- Keputusan dari DJP atas jalur ini maksimal 6 bulan, sedangkan jalur keberatan bisa memakan waktu hingga 12 bulan.
- Beberapa perusahaan lebih memilih jalur ini demi kepastian hukum yang lebih cepat.
2. Risiko Prosedural dan Kelengkapan Dokumen
- Tidak ada kewajiban bagi petugas pajak untuk meminta dokumen tambahan setelah permohonan diajukan.
- Wajib Pajak harus memastikan dokumen yang diajukan lengkap dan relevan sejak awal.
- Konsultan pajak dapat membantu memilah dan memastikan data sesuai, seperti invoice, nomor, tanggal, dan nilai harus cocok dengan pencatatan di general ledger.
- Untuk menghindari penolakan, Wajib Pajak bisa proaktif menanyakan kepada KPP apakah ada dokumen tambahan yang dibutuhkan.
- Diperlukan sistem online yang mendukung kapasitas unggah dokumen yang besar jika nantinya jalur ini diintegrasikan dengan SIAP (Sistem Inti Administrasi Perpajakan).
3. Dampak terhadap Cashflow Perusahaan
- Penagihan pajak tetap aktif meskipun mengajukan jalur Pasal 36 Ayat (1) huruf b UU KUP.
- Berbeda dengan jalur keberatan yang menunda pembayaran pajak hingga 1 bulan setelah keputusan keberatan diterbitkan.
- Tidak ada potensi sanksi jika permohonan ditolak atau dikabulkan sebagian.
- Sebaliknya, pada jalur keberatan, terdapat potensi sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (9) UU KUP.
Kesimpulan:
Jalur Pasal 36 Ayat (1) huruf b UU KUP bisa menjadi alternatif bagi Wajib Pajak yang terlambat mengajukan keberatan, tetapi harus dipertimbangkan secara matang terutama dari segi dokumen dan dampaknya terhadap cashflow perusahaan.
sumber: pajak.com